Home » » Waspadai Penyakit Kawasaki pada Anak

Waspadai Penyakit Kawasaki pada Anak

Shahnaz, umur 3 tahun mendadak demam tinggi mencapai 40⁰C di sertai batuk dan pilek. Diberikan obat yang mengurangi demam batuk dan pileknya belum ada perubahan. Dibawa ke dokter anak pada hari ke 3 dan diperiksa laboratorium darahnya hasilnya kearah typhus dan dianjurkan dirawat. 

Dalam perawatan Shahnaz masih demam disertai kejang, timbul merah pada dada perut punggung telapak tangan, telapak kaki, mata, bibir dan lidahnya tampak kemerahan. Diperkirakan Shahnaz terkena campak dan di rawat di ruang isolasi. Karena melihat mulut yang merah seperti stroberi dan merah di telapak tangan, telapak kaki makin merata pada hari ke 4 perawatan dilakukan pemeriksaan darah ulang dengan hasil sel darah putih, Laju Endap Darah (LED), CRP (C Reactive Protein) meningkat. 

Dianjurkan ke dokter jantung anak untuk ekokardiografi (USG) jantung anak yang mengatakan pembuluh nadi koroner jantung mengalami sedikit pelebaran (aneurisma) yang menguatkan bahwa ia menderita penyakit Kawasaki (PK). 

Penyakit Kawasaki pada Anak


Penyakit Kawasaki Pada Anak


Penyakit Kawasaki ditemukan oleh Dr. Tomisaku Kawasaki di Jepang tahun 1967. Di Indonesia relatif belum banyak yang memahami penyakit yang berbahaya ini, bahkan di kalangan medis sekalipun termasuk saya, sehingga diagnosa acap terlambat dengan komplikasi pada jantung. PK dapat terdiagnosa sebagai campak, alergi obat, infeksi virus atau bahkan penyakit gondong. Penyakit yang lebih sering menyerang ras mongol ini terutama menyerang balita dan paling sering terjadi pada usia 1-2 tahun.

Menurut Dr. dr. Najib Advani Sp.A (K), MMed. (Paed) menemukan kasus PK di Indonesia sejak tahun 1996 dan pernah pada bayi usia 33 hari. Diperkirakan sudah satu juta penduduk dunia yang pernah terkena PK. Diduga kasus di Indonesia tidaklah sedikit dan menurut perhitungan berdasarkan angka kejadian global dan etnis di negara kita, tiap tahun ada sekitar 5000 kasus baru. Namun kasus yang terdeteksi baru sekitar 5%. 

Penyebab PK hingga saat ini belum diketahui, meski diduga kuat akibat suatu infeksi, namun belum ada bukti yang meyakinkan. Karena itu cara pencegahannya juga belum diketahui. Penyakit ini tidak menular.

Manifestasi awal pada fase akut adalah demam yang mendadak tinggi dan bisa mencapai 40⁰C. Demam berfluktuasi selama setidaknya 5 hari tetapi tidak pernah mencapai normal. Pemberian antibiotik tidak menolong. 

Sekitar 2-3 hari setelah demam, mulai muncul gejala lain secara bertahap yaitu bercak-bercak merah di badan yang mirip seperti pada campak. Gejala lain timbul kedua mata merah tetapi tanpa belekan, pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga kadang di duga penyakit gondong (parotitis), lidah merah menyerupai stroberi, bibir juga merah, telapak tangan dan kaki merah dan agak membengkak. 

Pada fase penyembuhan, terjadi pengelupasan kulit di ujung jari tangan serta kaki dan kemudian timbul cekungan berbentuk garis lintang pada kuku tangan dan kaki (garis Beau).

Penderita PK harus dirawat inap di Rumah Sakit dan sebaiknya mendapat pengawasan dari dokter ahli jantung anak. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah pada jantung (terjadi pada 20- 40% penderita yang tidak diobati) dan biasanya mulai terjadi setelah hari ke 7-8 sejak awal demam yang berakibat kerusakan pada otot jantung yang dikenal sebagai Infark Myocard yang dapat berujung pada kematian. 

Pemeriksaan jantung penting terutama ekokardiografi (USG jantung) dan EKG. Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit ini tidak ada yang khas. Biasanya jumlah sel darah putih, laju endap darah dan C REACTIVE PROTEIN meningkat pada fase akut. Jadi diagnosis ditegakkan terutama atas dasar gejala dan tanda klinis sehingga pengalaman dokter sangat dibutuhkan. Pada fase penyembuhan, trombosit darah meningkat dan ini akan memudahkan terjadi bekuan darah yang menyumbat pembuluh koroner jantung. 

Obat pilihan adalah Imunoglobulin yang ampuh untuk meredakan gejala dan menekan risiko kerusakan jantung namun cukup mahal. Harga satu gram berkisar satu juta rupiah sedangkan anak membutuhkan 2 gram per kg berat badannya. Penderita juga diberikan asam salisilat untuk mencegah kerusakan jantung dan sumbatan pembuluh koroner. Jika dengan obatobatan tidak berhasil, kadang diperlukan operasi pintas koroner (coronary bypass) atau bahkan meskipun sangat jarang transplantasi jantung. Kematian dapat terjadi pada 1-5 % penderita yang umumnya terlambat ditangani dan puncaknya terjadi pada 15-45 hari setelah awalnya timbul demam. Meskipun demikian kematian mendadak dapat terjadi bertahun-tahun setelah fase akut.

Oleh : Dr. Rosalinda Harahap